TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA, MOHON MAAF APABILA MASIH BANYAK SEKALI TERDAPAT KESALAHAN

Halaman

Sabtu, 26 November 2011

Selayang Pandang Sirojul 'Ulum


SELAYANG PANDANG
PONDOK PESANTREN SIROJUL ‘ULUM

H. Abdul Wahhab, nama pemilik tanah yang diatasnya didirikan bangunan pondok pesantren yang semula hanya berbentuk musholla kecil. Beliau bukan seorang alim atau pandai dalam ilmu agama, namun beliau sangat mencintai alim ulama' dan mempunyai cita-cita yang tinggi untuk perkembangan ilmu agama. Untuk mewujudkan cita-citanya itu, beliau mencari seorang menantu yang dapat mengerti atau memahami ilmu agama dan mampu memimpin, mengurusi, serta mengisi pondok pesantren yang telah dibangunnya itu dengan ilmu-ilmunya.
Akhirnya Allah SWT. Mengabulkan cita-cita H. Abdul Wahhab. Beliau mendapatkan seorang menantu yang diharapkan dapat mewujudkan cita- citanya. Menantu itu bernama Kiai Abdul Kohar yang dinikahkan dengan putri beliau yang bernama Nyai Juyyinah.  Namun cobaan yang dilalui H. Abdul Wahhab untuk mensyiarkan agama Allah begitu berat. Setelah Nyai Juyinah dikaruniai dua putra, Kiai Abdul Kohar meninggal dunia. Usaha H.  Abdul Wahab tidak berhenti sampai disitu. Nyai Juyyinah dinikahkan kembali dengan seorang yang diharapkan mampu memperjuangkan cita-cita beliau, dia adalah H. Sholihan. Namun bahtera kehidupan rumah tangga Nyai Juyyinah yang kedua ini tidak jauh beda dengan yang pertama. Setelah dikaruniai dua orang putera, Nyai Juyyinah harus menjanda yang kedua kalinya karena sang suami dipanggil oleh Allah untuk selama-lamanya.

Karena Musholla masih belum ada yang mengisi, maka H. Abdul Wahab tidak putus asa dengan kejadian- kejadian yang telah lampau. Beliau menikahkan  Nyai Juyyinah untuk yang ketiga kalinya. Pada pernikahan yang ketiga kalinya ini Nyai Juyyinah mendapatkan jodoh seorang duda dengan dua anak, yaitu H. Usman. Cerita kehidupan Nyai Juyyinah ternyata tidak beda dengan rumah tangga yang telah dilaluinya. Setelah mendapatkan dua orang putra, beliau harus menjanda yang ketiga kalinya karena sang suami di panggil oleh Allah SWT.
Dari ketiga pernikahan itu, yang meneruskan estafet perjuangan agama islam di Semanding adalah keturunan dari H.Sholihin yang perkembangannya menjadi pondok pesantren sampai sekarang ini. Beliau mempunyai dua orang putri, yaitu Sulinah dan Sabi'um. Nyai Sulinah dinikahkan dengan KH. Abdullah Anshori yang kemudian dikenal sebagai Pendiri Pondok pesantren periode pertama sekitar tahun 1904. Dari pernikahan KH. Abdulloh Anshori dengan Nyai Sulinah yang kemudian mempunyai putri yang bernama Nyai Siti Asiyah (wafat tahun 2009) --dimakamkan di komplek pemakaman keluarga Pondok Pesantren Sirojul Ulum--. Nyai Siti Asiyah dinikahi oleh KH. Abdul Syukur yang dikemudian hari mempunyai beberapa putra dan putri, yang salah satunya bernama Nyai Muzdalifah istri dari Hadhrotus Syaikh KH. Muhsin Isman --Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidhil Qur'an Sirojul Ulum sekarang ini--.
Pada awal berdirinya, pondok pesantren ini berkonsentrasi pada pendalaman kitab-kitab salaf. Namun ketika kepemimpinan pondok pesantren dipegang oleh KH Muhsin Isman, terjadi penambahan materi pendidikan, yaitu program tahafudhul Qur'an yang menjadi bidang keahlian dari KH. Muhsin Isman. Program ini secara tidak langsung berpengaruh pada nama pesantren yang mendapat tambahan “TAHFIDHIL QUR'AN” yang menunjukkan bahwa pondok ini berkonsentrasi pada bidang menghafal al Qur'an, sehingga nama pondok yang dahulu Pondok Pesantren Sirojul 'Ulum berubah menjadi Pondok Pesantren Tahfidhil Qur'an Sirojul 'Ulum.
Penambahan materi ini dimulai sejak KH. Muhsin Isman menempati rumah baru yang terletak di samping rumah mertuanya. Dan juga atas usulan para Kiai sepuh diantaranya KH. Imam Thoha dari desa Sukorejo Plemahan Kediri sekitar tahun 1984, tujuannya untuk melestarikan al Qur'an dan mencetak para penghafal al Qur'an (huffadh) yang mempunyai wawasan keagamaan yang mumpuni dan sifat amanah dalam mengembangkan serta melestarikan al Qur'an di kalangan masyarakat. Perpindahan beliau ini diikuti oleh 14 santri putra dan putri. Semua tinggal dalam satu rumah dengan Kiai. Pada mulanya dengan nama dan program ini pondok pesantren terkhusus bagi santri yang menghafal al Qur'an, namun dikemudian hari nama tahfidhil Qur'an tidak hanya khusus bagi santri tahfidh saja, karena dalam perkembangannya pondok pesantren juga mendirikan madrasah diniyah salafiyah yang diberi nama Madrasatul Qur'an Sirojul 'Ulum atau lebih dikenal dengan istilah MAQSU. Sebelum berdiri madarasah tersebut, sebenarnya sudah ada pengajian kitab-kitab klasik/kitab kuning yang manggunakan sistem bandongan atau sorogan dikarenakan jumlah santri yang belum terlalu banyak.
Dalam menyikapi perkembangan zaman serta atas usulan dari wali santri dan alumni agar santri pondok pesantren tidak hanya menguasai ilmu keagamaan saja, namun juga dituntut untuk bisa menguasai ilmu pengetahuan yang bersifat umum. Maka pada tahun 1989 didirikan Roudlotul Athfal (RA) Sirojul dan selanjutnya untuk melanjutkan jenjang pendidikan pada tahun 1991 didirikan Madrasah Ibtida'iyah (MI) Sirojul 'Ulum. Seiring dengan adanya berbagai lembaga yang telah berdiri dan belum ada wadah organisasi yang menyatukan, maka berdirilah Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Sunan Ampel pada tahun 1997 bersamaan dengan berdirinya Madrasah Tsanawiyah (MTs) Sunan Ampel yang telah berhasil meluluskan siswa pertamanya pada tahun 2000. Pada tahun yang sama didirikan Madarasah Aliyah (MA) Sunan Ampel guna untuk menampung siswa/siswi lulusan MTs, yang pada saat itu  hanya membuka jurusan ilmu pengetahuan sosial. Hingga saat ini Madrasal Aliyah telah membuka tiga jurusan yaitu ilmu pengetahuan alam (IPA), ilmu pengetahuan sosial (IPS) dan jurusan agama (Ag). Sedangkan jumlah santri Pondok Pesantren Tahfidhil Qur'an Sirojul 'Ulum hingga saat ini sekitar 500 santri, jumlah alumni putra sekitar 795, alumni putri sekitar 784 dan alumni huffadh sekitar 152 yang berasal dari  berbagai daerah di seluruh Indonesia bahkan ada yang berasal dari Negeri Jiran Malaysia.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar